About Me

Foto saya
http://ferymenuliz.blogspot.com/ adlah blog pertama yang saya buat, didalam nya berisi segala macam pemikiran, analisis, ide, pengalaman, pengetahuan, sampai sok tahu nya penulis ada disini. http://ferymenuliz.blogspot.com/ merupakan wadah bagi si penulis(tentu saja saya sendiri)untuk menampung segala bentuk problem, kejadian,, hal hal dan yang ingin diteriakkannya. http://ferymenuliz.blogspot.com/ ini sendiri tercipta karena banyak nya karya tulis dari si penulis yang hilang tanpa jejak baik itu artikel, puisi,cerpen, sampai segala bentuk kata rayuan yang pergunakan oleh si penulis dalam usaha asmaranya. untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan membiarkan file file penting dan bersejarah lain nya hilang, serta untuk memotifasi terciptanya karya tulis lainnya,, maka dengan penuh kesadaran,,saya: nama : fery afrizqal tptgl : atjeh utara 5 juni 90 pekerjaan : mahasiswa universitas muhammadyah surakarta. fakultas ilmu komunikasi dan informatika. jurusan ilmu komunikasi. menciptakan blog ini,,, trims

cie piyoh

blog ini berisi banyak hal yang ada dipikiran saya,, mencoba menuliskannya bukanlah suatu hal yang salah, baca dan ambillah jika itu benar dan pantas menurut anda, tinggalkan pesan jika banyak kekurangan didalamnya,

Rabu, Desember 29, 2010

indept report..> sesuaikah isi perda terhadap aplikasi dilapangan?


Baru saja saya memasuki area parkir stadion Manahan, beberapa juru parker mengarahkan saya untuk mengambil lahan parkir di area yang mereka jaga, namun dengan sedikit acuh saya terus berlalu dan memilih tempat parkir di area yang lebih teduh. Belum juga saya melepaskan jacket dan helm, seorang juru parkir datang memberikan karcis dan langsung minta dibayar sebesar Rp 2000, saya tidak langsung membayar karena dikarcis tertera Rp 500,

“Maaf pak, tapi dikarcis tertera rp 500, kenapa tariff nya diminta Rp2000”?. juru parkir itu kaget dengan pertanyaan saya, kemudian dia menjawab “ mas ini kan parkirnya lama., tariff nya Rp2000”. Tidak memperpanjang pertanyaan lagi saya langsung membayar sebesar yang dimintanya yaitu Rp 2000.

Peraturan daerah tentang retribusi parkir

Seperti yang pernah diberitakan solopos edisi 7 desember 2009, mengutip pernyataan kepala UPTD perparkiran, Soetrisno, mengatakan bahwa sudah ada wacana untuk menaikkan tarif parkir, artinya tahun 2010 tarif parkir sudah harus dinaikkan karena sudah tidak sesuai dengan aplikasi dilapangan yang menaikka tarif parki secara sepihak.

Namun kenyataannya sampai tulisan ini dibuat tarif parkir yang tertera di karcis masih mengacu pada PERDA NO 6 thn 2004, tentang perubahan PERDA NO 7 thn 2003 tentang retribusi parkir, untuk sepeda motor dikenakan Rp 5000 sedangkan mobil dikenakan Rp1000. Selanjutnya PERDA ini disebut PERDA progresif karena adanya ketentuan bahwa sekali parkir maksimal 2jam, melebihi 2jam untuk 1 jam pertama dikenakan kenaikan sebesar 50 persen.

Berarti rencana unit pelaksanaan teknis daerah perparkiran dinas perhubungan kota solo untuk menggodok kenaikan tarif parkir untuk 2010 belum terealisasi, bahkan menurut informasi yang dihimpun dari surat kabar local menyebutkan bahwa rencana kenaikan tariff parkir di kota solo pada tahun 2011 pun tidak terealisasi dan akan dibahas kembali untuk kenaikan di tahun 2012 nanti.

Hal ini sesuai dengan hasil rapat kerja antara komisi III DPRD kota SOLO dengan dinas perhubungan, dinas pendapatan dan pengelolaan keuangan dan asset (DPPKA), bagian hokum dan HAM, serta inspektorat kota solo diruang kepanitiaan DPRD kota solo, selasa (14/12).

Umar hasyim, sekretaris komisi III DPRD Kota SOLO sebagaimana diberitakan Koran lokal mengatakan “bahwa untuk saat ini tarif parkir di jalan umum kota solo masih mengacu pada PERDA NO 6thn 2004.”

Aplikasi dilapangan

Sementara itu dibeberapa titik parkir lainnya seperti di ruas jalan disamping SOLO GRANDMALL dan dikawasan pelataran parkir SINGOSAREN PLASA dikenakan tariff parkir RP1000, kedua pusat perbelanjaan ini mengenakan tariff parkir yang sama namun berbeda besarnya nominal yang tertera di karcisnya, karcis parkir di pelataran singosaren plasa tertera RP1000 sedangkan di SOLO GRANDMALL tercantum RP 500,-. Sementara di area parkir diruas jalan depan SOLO SQUARE malah mengenakan tariff Rp 2000,-

Salah satu juru parkir dikawasan singosaren plaza mengatakan “ sebenarnya tariff parkir untuk sepeda motor hanya Rp 500 untuk 2 jam,, melebihi 2 jam dikenakan biaya tambahan,, karena susah menghitungnya, maka tariff nya disama ratakan saja yaitu sebesar Rp 1000,-. Namun jika malam hari biasanya tariff nya bisa sampai Rp 2000,” mengenai hal ini pemuda yang tak mau menyebutkan namanya ini perpendapat bahwa kalau malam hari tingkat sesulitan menjaga area parkir lebih tinggi dari pada siang hari.”

Masyarakat tak terlalu peduli

Berbedanya tariff parkir yang tertera di karcis maupun sesuai perda no 6 tahun 2004 dengan besarnya nominal yang diminta oleh para juru parkir kepada pengguna parkir membuat pengguna parkir menjadi bingung.

Nanda misalnya saat ditanya tentang tariff parkir “ saya tidak tahu tentang tariff yang diatur perda,, tapi dikarcis tertulis rp500 eh malah diminta Rp 2000,karena tidak pernah mempermasalahkan, saya langsung bayar saja” terangnya dengan polos.

Hal senada juga di ucapkan oleh Ningsih saat ditemui di pelataran parkir solo grandmall “saya tidak tahu tentang tariff parki,, berapa yang diminta saya bayar saja,, lahian juga tidak tiap hari parkir disini”.

Pendapatan daerah dari sector parkir

Masyarakat mungkin banyak yang tidak tahu tentang perda yang mengatur tentang retribusi parkir meski diberapa tempat seperti di singosaren plaza misalnya sudah ada papan sosialisasi yang berisi perda no 6 tahun 2004.,namun perlu kita ketahui bahwa pendapatan daerah dari sector parkir saja bisa mencapai Rp 1.9 miliar tiap tahunnya,, bahkan angka ini terus bertambah mengingat semakin padatnya area perkir dikota solo ini. Sementara masyarakat masih banyak yang hidup dibawah garis kemiskinan, bukankah itu juga uang rakyat yang alokasinya harus transparan?. Jadi sudah seharusnya masyarakat mempertanyakan tentang tariff parkir sebagai bentuk kpedulian terhadap aplikasi perda no 6 tahun 2004 ini,.(FR)

Senin, Agustus 30, 2010

WALI SONGO, PENYEBAR ISLAM DARI ACHEH


Dalam beberapa acara televisi yang ditayangkan selama bulan suci ramadhan yang menggali jejak jejak islam di nusantara, saya sangat miris ketika mendengar beberapa tokoh sejarah yang ketika ditanyakan tentang sejarah wali songo, para penyebar islam di nusantara, tidak satupun dari mereka yang menyebut nama aceh sebagai asai mula para wali,

“Masuknya Islam ke Jawa adalah karena usaha juru dakwah dari Pasai. Dari sembilan wali (Wali Songo) yang menyebarkan Islam di Jawa pada abad ke 14, ke 15 dan ke-16 Masehi, maka empat wali berasal dari Samudra Pasai, yaitu Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Drajat dan Sunan Bonang. Wali pertama adalah Malik Ibrahim yang wafat dan dimakamkan di Gresik tahun 1419; beliau seorang saudagar Persia, berasal dari Gujarat, India.



Akan tetapi wali kedua yang muncul pada pertengahan abad ke-15 bernama Sunan Ampel atau Raden Rahmat, yang makamnya terdapat di Kampung Arab di Surabaya, berasal dari Pasai. Beliau wafat kira-kira tahun 1481. Kedua putranya, yaitu Sunan Drajat dan Sunan Bonang yang kemudian berkemukiman di Tuban dan juga menjadi Wali, pun berasal dari Pasai.


Yang terakhir dari Wali Songo adalah Sunan Gunung Jati, juga dikenal sebagai Fatahillah atau Falatehan, lahir di Basma, Pasai tahun 1490. Setelah menjadi wakil kerajaan Demak di Banten, Sunan Gunung Jati pindah ke Cirebon pada tahun 1552. beliau wafat tahun 1570.


Orang sedikit sekali menyadarinya, tetapi memang demikianlah faktanya. Empat dari sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di Jawa berasal dari Samudra Pasai”. (Lihat : “Kerajaan Islam Samudra Pasai TVRI” oleh: H. Rosihan Anwar, Harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, 15 Maret 1988 halaman 4/Opini).
Beberapa sumber menyebutkan, bahwa pada masa pemerintahan Sultan Zainal Abidin Bahian Syah (± 797 H/1395 M), sebuah Tim Dakwah Islam yang dipimpin Maulana Malik Ibrahim telah dikirimnya ke pulau Jawa.


Sebuah buku cetakan ke-4 terbitan Bandung (1996) “Seri Wali Songo” yang ditulis Arman Arroisi telah mencantumkan pendapat yang berbeda mengenai asal-usul Wali Songo. Pada buku yang dikhususkan kepada anak-anak ini, Sunan Ampel disebutkan berasal dari negeri Campa di Kamboja. Padahal dalam buku “Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa”, Grafiti Pers, Jakarta, 1986, menyebutkan Sunan Ampel berasal dari Aceh. Buku yang semula berbahasa Belanda dan telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia; ditulis oleh dua sejarawan Belanda, DR. H. J. De Graaf dan DR. TH. G. TH. Pigeaud.


Mengenai asal-usul Sunan Ampel dari Campa, kedua penulis buku ini tidak menganggap negeri Campa yang di negara Kamboja, tetapi negeri Jeumpa yang terletak diwilayah Bireuen -Aceh – sekarang


Sangat disayangkan memang begitu banyak sejarah yang hilang , seharusnya bisa dijadikan warisan untuk generasi muda, tapi data otentik tentang sejarah kita malah berada di tangan peneliti asing, seperti halnya sejarah hebat perang aceh,, yang literaturnya tersimpan dimuseum belanda.

Jumat, Juli 30, 2010

Photo bareng skuad sriwijaya

jumat, 30 juli 2010. sriwijaya fc melakukan persiapan tim guna bertarung di final piala indonesia minggu nanti. bagi sriwijaya kemenangan adalah harga mati mengingat mereka gagal di ISL dan ambisi hattrick gelar pun disuarakan para punggawanya.



rahmad rifai


aku pribadi, sangat menikmati latihan tim sriwijaya kemarin di stadion manahan, saat memasuki stadion manahan terlihat pemain sriwijaya sedang menggelar latihan ringan. aku tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, fery rotinsulu yang berlari mengejar bola di pinggir lapangan menjadi sasaran pertama ku....tawaran aku untuk photo bareng ditolaknya karena alasan sedang latihan namun ketika sebutkan nama dan daerah asal (nama : fery,,, asal: acheh),, fery pun bersedia berpose.


fery rotinsulu

disisi kanan lapangan terlihat isnan ali, rahmat rifai dan cristian warobay yang sedang bersiap siap untuk latihan,, seorang oficcial tim, memperkenalkan ku sebagai keponakannya kpada mereka, dan meminta mereka melayani permintaan photo bareng ku..





rasanya luar biasa,,, tidak semua orang spanyol bisa photo bareng skuad barcelona,, dan tidak semua orang indonesia termasuk orang palembang yang bisa photo bareng pemain sriwijaya,, tim besar dari soematra. begitulah gumam ku


isnan ali

setelah selesai dengan isnan , rifai dan warobay,,,aku mengincar sang pelatih rahmad darmawan ,, namun niat saya terhalang saat aku melihat toni soejipto,pemain muda sriwijaya ini bahkan sempat berbincang ringan dengan ku,, dia mengatakan yakin menang melawan arema,, aku menimpali dengan mengatakan hal yg sama.


kedatangan BLI dari jakarta membuat pertemuan kami harus diakhiri,, area lapangan harus bebas dari suporter sementara stasiun TV swasta RCTI sedang melakukan persipan untuk menyiarkan live laga perebutan tempat ketiga antara persik kediri versus persipura dan partai final antara sriwijaya vs arema.

diluar stadion ratusan suporter laskar wongkito sudah berkumpul,, mereka datang dari sidoarjo setelah menyaksikan laga semifinal melawan persipura, sementara suporter mereka dari palembang sedang menuju ke kota solo secara estafet.



Selasa, Juli 27, 2010

MENYIMAK ALBUM SEJARAH FAMILI DI TIRO

Tengku Tjhik di Tiro Muhammad Saman, seorang Ulama terkemuka Acheh, memulai karir politik pada tahun 1875. Peranan yang beliau emban multifaceted function –Ya Ulama, ya Umara’ dan ya pejuang (Mujahid)– Diakui bahwa keadaan politik Acheh pada masa itu berada dalam keadaan darurat perang menghadapi serdadu Belanda yang melancarkan perang untuk kedua kalinya, pada 25 Desember 1874. Kepemimpinan Acheh pun berada dalam transisi, dimana Sultan Acheh (Mahmud Shah 870 – 1874)) meninggal dunia pada 28 Januari 1874, akibat terjangkit kolera. Kendali pemerintahan negara Acheh dipegang oleh Majlis Negara Acheh yang beranggota tiga orang:


1. Tuanku Hasjém;
2. Teuku Panglima Polém;
3. Tengku Tjhik Abdul Wahab Tanoh Abèë.


Setahun kemudian –tahun 1875– Majlis Negara melantik Muhammad Dawud Shah famili Mahmud Shah sebagai Sultan Acheh, walaupun masih dibawah umur (berusia 9 tahun). Oleh sebab negara terus-menerus dalam keadaan darurat perang dan diperlukan seorang pemimpin yang berkharisma, maka Majlis Negara Acheh memutuskan melantik Yang mulia Tengku Tjhik di Tiro Muhammad Saman sebagai panglima perang dan menyerahkan tampuk pimpinan tertinggi negara dari Muhammad Dawud Shah kepada Tengku Tjhik di Tiro Muhammad Saman.

Untuk menggambarkan bagaimana keadaan TNA dibawah pimpinan Tengku Tjhik di Tiro Muhammad Saman, sudah saya tulis dalam artikel: „CEASE-FIRE ACHEH VERSUS PENJAJAH: SIAPA KITA DI DEPAN SEJARAH? Suatu Analisa Historis“ sbb: `Di bawah pimpinan Thjik di Tiro Muhammad Saman, `TNA telah berhasil mempersempit ruang gerak serdadu Belanda, sampai terkurung dalam suatu kawasan di Bandar Acheh. Kawasan ini Belanda namakan dengan: ”geconcentreerde linie” (kuta meusapat). Jangka masa (1884-1896), bisa disifatkan sebagai gencatan senjata (cease-fire), sebab serdadu Belanda tidak berkutik lagi, apalagi melakukan serangan terang-terangan melawan tentara Acheh dan tidak berani lagi berkeliaran memasuki kampung-kampung dan kota. Demikian juga sebaliknya, tentara Acheh, tidak melancarkan serangan terhadap pasukan Belanda, walau sudah terkurung dan dalam keadaan selemah-lemahnya. Untuk melukiskan realitas yang sesungguhnya pada masa itu, J. Kreemer, dalam bukunya: „Atjeh“ menulis: „Dia telah memerintahkan membangun benteng-benteng kecil di sekeliling kota dimana kami terkurung semua, bahkan kalau boleh di pelupuk mata kami, sehingga mereka telah mengurung kami dengan kekuatan senjata.“


Kemenangan Acheh sudah wujud, kendali politik sudah berada di tangan bangsa Acheh pada masa itu. Hanya saja, Tengku Thjik di Tiro Muhammad Saman yang sangat baik budi dan toleran, memberi peluang kepada serdadu Belanda untuk menyerah secara terhormat dengan tidak mesti membunuh mereka, sehingga dalam tenggang masa 12 tahun, telah terjadi hubungan surat menyurat –diplomatic correspondence– antara Tengku Thjik di Tiro Muhammad Saman dengan pemerintah Belanda tahun 1885. Tengku Thjik di Tiro Muhammad Saman –Negara Acheh– menawarkan kepada semua serdadu Belanda yang terkurung supaya:
1. Menyerah kepada tentara Acheh dengan sukarela;
2. Dapat menetap dan bisa berdagang di Acheh;
3. Masuk Islam secara sukarela (tidak ada paksaan);
4. Mengakui dan patuh kepada pemerintah dan hukum negara Acheh.

Sehubungan dengan itu, Kabinet Belanda yang bersidang pada 15 Agustus, tahun 1888, telah memberi jawaban dengan menolak tawaran negara Acheh. (Tengku di Tiro Muhammad Hasan, LL.D, „Atjeh Bak Mata Donja“, halaman 37-39, 1968. Institut Atjeh di Amerika.)
Ke-empat syarat yang ditawarkan pemimpin Acheh, merupakan bukti nyata dari keagungan moral bangsa Acheh kepada musuh, sekaligus membuktikan bahwa Acheh adalah bangsa yang beradab. Walaupun sebenarnya, tawaran tersebut bisa diatur kemudian, setelah serdadu Belanda secara pasti dan benar-benar sudah takluk –kalah total dan tidak lagi melakukan gerak militer dan intelijen– di Acheh. Kompromi politik dan militer hanya berlaku jika kuasa mutlak sudah berada di tangan kita. Ternyata dengan pendekatan psikis –taktik mengulur waktu dan tentara Acheh tidak agresif menyerang serdadu Berlanda yang sudah terkurung– Belanda secara rahasia, mengirim pasokan senjata beserta 5000 serdadunya asal Jawa untuk mengepung kubu-kubu pertahanan TNA.

Belanda perlukan masa tiga tahun untuk memberi jawaban terakhir. Menurut analisis saya pribadi bahwa: jawaban Belanda yang berisi menolak tawaran negara Acheh, setelah pakar psikology Belanda meneliti karateristik bangsa Acheh yang unik selama beberapa tahun dan menyimpulkan bahwa: bangsa Acheh sebenarnya memiliki sifat jujur, ikhlas, mempercayai prilaku musuh yang pura-pura sudah takluk, baik hati, pema’af walau sudah pernah diperangi. Dan sifat-sifat mulia dan terpuji ini, kita coba giring dan manfaatkan untuk kepentingan politik dan militer kita (Belanda).

Dalam realitasnya, ternyata sifat toleran Tengku Thjik di Tiro Muhammad Saman kepada musuh, dipakai sebagai alat untuk melawan bangsa Acheh. Dengan motto: “tidak mengenal kamus jera”, serdadu Belanda terus- menerus melancarkan perang, sekaligus memperlihatkan kepada mata dunia, bahwa Belanda tidak mau mengalah kepada Acheh. Ternyata penantian –taktik mengulur waktu– membuahkan hasil, dimana dinas intelijen Belanda secara diam-diam memperalat seorang perempuan Acheh (isteri Pang Abu) yang bekerja sebagai juru masak Tengku Thjik di Tiro supaya membubuh racun dalam makanan Tengku Thjik di Tiro Muhammad Saman sampai mati. Untuk itu Belanda menjanjikan memberi emas batangan kepada pengkhianat ini. Akhirnya, Tengku Thjik di Tiro Muhammad Saman meninggal dunia karena diracun pada 25 Januari tahun 1891. [Dalam sejarah pengkhianat bangsa: siapa saja, kapan saja dan dimana saja tidak akan pernah selamat. Perempuan –pengkhianat bangsa Acheh ini– akhirnya gigit jari, sebab Belanda tidak memberi apapaun kepada pengkhianat ini, kecuali membunuhnya. Hal yang sama pernah dirasakan sebelumnya oleh Pang Tibang. Setelah ia memberi maklumat lengkap tentang: peta kedudukan Istana Acheh untuk memudahkan serangan, jumlah pengawal Istana dan kekuatan TNA kepada Kôhler (panglima perang Belanda) dalam kapal perang Belanda di perairan Riau. Akhirnya Pang Tibang dibunuh oleh serdadu Belanda. Alasannya logis. Kepada bangsanya sendiri berkhianat, apalagi kepada bangsa lain. Pengkhianat generasi muda Acheh –Amri bin Abd Wahab– yang sebelumnya sudah dijanjikan oleh penjajah Indonesia untuk menikmati fasitas tertentu, ternyata meringkuk dalam sel Komdak Metro Jakarta Raya. Sesekali diajak mencari anggota GAM yang dicurigai berdomisili di Jakarta. Contoh lain, juga mengingatkan kita kepada Jenderal Mohammad Ibrahim Omar al-Muslit, seorang pengawal pribadi, kerabat, penghubung antara Saddam Hussein dengan kerabat-kerabatnya, rekan dekat sepanjang masa menghilangnya Saddam, yang berkhianat karena tergiur dengan tawaran 25 juta dolar AS (sekitar Rp 212 miliar) oleh USA, dengan syarat menunjuk tempat persembunyian Saddam Hussein. Untuk itu al-Muslit membius Saddam terlebih dahulu sebelum menunjukkan lokasi persembunyian Saddam kepada tentara koalisi pimpinan AS. Apa yang terjadi sesudah Saddam ditangkap. Mayor Stan Murphy, kepala intelijen Brigade Pertama Divisi Infantri IV AD AS di Tikrit, berkata: ”Pria tersebut –yang kini ditahan pasukan Amerika di Bagdad– tertutup kemungkinan menerima uang 25 juta dolar AS, atas informasi yang dia berikan.]


Setelah mati syahid Tengku Thjik di Tiro Muhammad Saman, maka berakhirlah pengabdian beliau kepada perjuangan melawan Belanda (1874 – 1891). Bicara soal famili di Tiro, bukan berhenti di sini, sebab pucuk pimpinan negara Acheh langsung digantikan oleh Tengku Thjik di Tiro Muhammad Amin.


Dalam suasana berkabung, Belanda memanfaatkan situasi ini untuk menyusun kekuatan dan melancarkan perang, sebab sudah memperoleh pasokan senjata beserta 5000 serdadu asal Jawa dan Madura untuk mengepung kubu-kubu pertahanan TNA, maka pada 26 Maret 1896 meletus perang “Aneuk Galong” yang amat dahsyat yang mengakibatkan syahidnya Tengku Thjik di Tiro Muhammad Amin 1896.


Dari lapangan perang, H.C Zentgraaf melaporkan: “Bangsa Acheh berperang seperti singa, ramai yang memilih mati dalam kota yang terbakar hangus, daripada menyerah. Perang ini adalah perang main cincang dengan senjata di tangan, pertarungan satu lawan satu yang amat dahsyat, tidak ada yang minta ampun dan memberi ampun…Diantara yang mati dalam perang ini ialah Tengku Thjik di Tiro Muhammad Amin. Mayat beliau diselamatkan dan dibawa oleh orang Acheh ke kampung Mureue, disanalah beliau dikuburkan.” (1891 – 1896).
Setelah mati syahid Tengku Thjik Muhammad Amin di Tiro, posisi beliau digantikan oleh Tengku Thjik Ubaidillah di Tiro (1896 – 1899). Setelah beliau syahid dalam medan perang, pimpinan tertinggi negara digantikan oleh Tengku Thjik Lambada di Tiro (1899 – 1904). Setelah beliau mati syahid dalam perang, pimpinan tertinggi negara digantikan oleh Tengku Thjik Muhammad Ali Zainal Abidin di Tiro (alias Tengku Bukét). Beliau juga syahid dalam medan perang Gunung Alimon yang meletus pada 21 Mei 1910 (1904 – 1910). Sesudah itu, pimpinan tertinggi negara digantingan oleh Tengku Thjik Mahjédidin di Tiro.


Pada ketika itulah, Belanda mencoba berunding kembali supaya berdamai dengan Belanda. Untuk itu belanda memperalat petinggi politisi Acheh yang sudah menyerah: Tuanku Radja Keumala, Tuanku Mahmud dan Teuku Panglima Polém Muhammad Dawôd untuk mengirim surat kepada Mahjédidin di Tiro supaya menyerah. Dalam hubungan ini, Ahli sejarah Belanda mengomentari bahwa: ”surat tersebut sudah diterima oleh Tengku Majét dan kita tahu bahwa beliau mengadakan musyawarah dengan ketiga orang yang sudah menyerah tersebut beserta dengan panglima-panglima lain. Tidak seorangpun diantara mereka yang mau menyerah. Tidak seorangpun yang mau meninggalkan perjuangan: semua mereka tetap bertekat untuk berperang sampai pada titik terakhir, dan sudah siap sedia menerima semua resiko apapun sebagai akibat daripada perjuangan ini sebagai kehendak daripada Allah”. Beliau –Mahjédidin di Tiro– mati syahid dalam medan perang Alue Simi yang meletus pada 5 September 1910. Seterusnya, pimpinan tertinggi negara digantikan oleh Tengku Thjik Ma’at di Tiro. Inilah komenter pengarang Belanda atas meninggalnya Tengku Ma’at di Tiro ”Kisah kematian Tengku di Tiro yang terakhir ini memberi bahan kepada suatu roman sejarah; begitulah, sudah tertanam dalam riwayat perang Acheh untuk menjadi bahan sejarah kepahlawanan yang begitu kuat dan luar biasa dan begitu kayanya, sehingga tidak ada lain lagi yang dapat memberi kebanggaan dan kebesaran kepada suatu bangsa”. Akhirnya, beliaupun mati syahid dalam medan perang Alue Bhôt yang meletus pada 3 Desember 1911.


Famili di Tiro telah memperlihatkan keteladanan yang indah dan mengagumkan sebagai hero, sehingga menjadi pelajaran kepada musuh dan kepada bangsa Acheh. Dalam konteks ini, Colonel H J Schmidt memcatat: “From the beginning of the war, the members of the family of the Tengku di Tiro played the greatest role and the most important on the Achehnese side. For them and their men, there was no other possibilities acceptable than to win this war, or to die a hero’s death.
Victory was clearly impossible, and unobtainable. And yet, dispite everything, they stood fast, and fought like heroes. Despite the odds against him, a Tengku di Tiro recognized no other possibility for him except death.
Thus, in this war, everything became simple, short, and matter of fact: the latter of the surviving Tengku di Tiro died in the battlefields… and these scenes had become the inevitable last acts of the continuing Achehnese drama, that, by now, could no longer be played in any other way” (Marechaussee in Atjèh, 1942)


Musuh –Belanda– mengakui siapa famili di Tiro dengan berkata: “Too much blood of the di Tiro family had been spilled; the method of the destruction of these men was so merciless that Schmidt (the Dutch Commander) wanted to make another attemp at saving the life of his sixteen years old boy. This was not easy: the irreconcilability of these men did not leave any space for compromise. And if letters were sent to him in which the safety of their lives were guaranteed and a treatment according to their social status was promised if ththey would give up, no reply was received, and later the letter were found on their dead bodies. Whatever the outcome, another attempt had to be made: the courage and the unlimited steadfastness of these enemies impressed us too, and one thought it had been enough, more than enough.” (H.C Zentgraaff, Atjèh)


Mulai dari tahun 1911–1975 , Acheh kehilangan kepemimpinan nasional –lost generation– suatu priode dimana Acheh, berada dalam tahap yang kritikal dan menyedihkan, sebab tidak seorangpun yang mampu berpikir dan bebuat untuk membela maruah, kemerdekaan dan kedaulatan negara Acheh. Diakui bahwa perang melawan Belanda tetap diteruskan oleh kaum Ulama Acheh sampai tahun 1942, tetapi hanya bersifat lokal, artinya: perlawanan tersebut tida dapat lagi dikoordinasi secara nasional. Pada 4 Desember 1976, yang berarti 65 tahun kemudian, baru bangkit lagi Tengku Hasan M. di Tiro (keturunan famili di Tiro) membangunkan bangsa Acheh yang lelap tertidur dari kebanggaan sejarahnya, membimbing dan menuntun bangsa Acheh ke arah berpikir merdeka. Hal tersebut telah beliau lakukan jauh sebelum tahun 1976, lewat seminar, tulisan ilmiah dan buku sejarah tentang Acheh. Pada 4 Desember 1876, beliau memproklamirkan kemerdekaan Acheh kembali di bumi Acheh, di hadapan dan disaksikan oleh bangsa Acheh, sebagai negara sambungan –successor state– yang terputus sejak 4 Desember 1911, kini sejarah tersebut bersambung kembali.


Musuh bangsa Acheh kini bertukar baju dari Belanda kepada Indonesia, tetapi sama bentuk, prinsip dan tujuannya, yakni: ingin menjajah dan menguasai Acheh. Dalam konteks Indonesia, Tengku Hasan M di Tiro berkata: „... Saya sendiri tidak percaya lagi pada ‚Indonesia’ sebagai satu bentuk negara yang kekal, atau satu kebangsaan yang sesungguhnya dan dapat diterima, sebab ‚Indonesia’ sudah menjadi satu kerajaan penjajahan Jawa...“ (lihat: Luth Ari Linge. „Malapetaka Di Bumi Sumatera“, halaman 34.“


Kini, pola perjuangan kita mesti disesuaikan dengan tuntutan zaman, yang berbeda dengan pola perjuangan pada tahun 1873. Bangsa Acheh dihadapkan kepada International political will yang pandangan mereka tentang Acheh tidak lagi seperti dahulu, kepentingan politik Asia Tenggara dengan ASEAN-nya dan politik penjajah Indonesia sendiri, yang semakin brutal, barbarik dan memperlihat arogansi yang terlalu berlebihan.


Di saat-saat seperti inilah diperlukan keteguhan jiwa, mampu mengendalikan emosi, cepat mengambil keputusan, (menjoë keumaih ta plung lagèë lapôh, keupeuë ta blôh lagèë banèng paja, meunjoë uroënjoë keumaih ta tjok peunutôih, keupeuë ta prèh singoh dan lusa – Kalau kita mampu lari seperti rusa, untuk apa kita jalan seperti penyu rawa, kalau hari ini mampu kita ambil keputusan, buat apa kita tunggu esok dan lusa), menata kembali segala kelemahan dan kekurangan, serta mampu menerjemahkan fakta sejarah ke dalam hati nurani para pejuang Acheh dimana saja berada, jangan jumud berpikir. Cerdaslah melihat perubahan zaman, jika tidak kita akan digilas dan ditelan. Sadarlah bahwa Acheh adalah suatu bangsa yang memiliki identitas dan karakteristik yang berbeda dengan bangsa lain. Hal ini dikatakan: “Bangsa Acheh sudah tentu akan memperlihatkan bukti jati dirinya bahwa mereka bukan suatu lawan yang dapat dihina. Orang Acheh adalah suatu bangsa beradab dari zaman dahulu, yang biasa berperang, sesekali menang, kadangkala kalah, tetapi biar pun menang, biar pun kalah, tidak pernah diperoleh tanpa kemuliaan ... Bangsa Acheh memang selalu terkenal karena gagah berani dan tahu menempatkan diri, lebih daripada bangsa-bangsa lain di sekeliling negara Acheh.“ Suratkabar The London Times, 29 April 1873. Sekian!


klik.............

Kamis, Juli 15, 2010

pelik nya sejarah atjeh darussalam.

bendera kerajaan aceh

Malik Al Saleh
Sebelum Dinasti Usmaniyah di Turki berdiri pada tahun 699 H-1341 H atau bersamaan dgn tahun 1385 M-1923 M ternyata nun jauh di belahan dunia sebelah timur di dunia bagian Asia telah muncul Kerajaan Islam Samudera-Pasai yg berada di wilayah Aceh yg didirikan oleh Meurah Silu (Meurah berarti Maharaja dalam bahasa Aceh) yg segera berganti nama setelah masuk Islam dgn nama Malik al-Saleh yg meninggal pada tahun 1297. Dimana pengganti tak jelas namun pada tahun 1345 Samudera-Pasai diperintah oleh Malik Al Zahir cucu daripada Malik al-Saleh.

Samudera Pasai - Lahir Kerajaan Islam Samudera Pasai
Kedaulatan kerajaan Sriwijaya (684 M- 1377 M) dibawah dinasti Syailendra dgn raja yg pertama Balaputera Dewa yg berpusat di Palembang Sumatera Selatan makin kuat dan daerah semakin meluas setelah daerah kerajaan Melayu; Tulang Bawang Pulau Bangka Jambi Genting Kra dan daerah Jawa Barat didudukinya. Ketika Sriwijaya sedang mencapai puncak kekuatan ternyata mengundang raja Rajendra Chola dari Chola di India selatan tak bisa menahan nafsu serakah maka pada tahun 1023 lahirlah serangan dari raja India selatan ini kepada Sriwijaya.
Dalam pertempuran dinasti Syailendra tak mampu menahan serangan tentara India selatan ini raja Sriwijaya ditawan dan tentara Chola dari India selatan ini kembali ke negerinya. Walaupun Sriwijaya bisa dilumpuhkan tetapi tetap kerajaan Buddha ini hidup sampai pada tahun 1377. Disaat-saat Sriwijaya ini lemah muncullah kerajaan Islam Samudera-Pasai di Aceh dgn raja Malik Al Saleh dan diteruskan oleh cucu Malik Al Zahir.

Politik Samudera Pasai bertentangan dgn Politik Gajah Mada
Gajah Mada yg diangkat sebagai patih di Kahuripan (1319-1321) oleh raja Jayanegara dari Majapahit. Dan pada tahun 1331 naik pangkat Gajah Mada menjadi mahapatih Majapahit yg diangkat oleh raja Tribuana Tunggadewi.
Ketika pelantikan Gajah Mada menjadi mahapatih Majapahit inilah keluar ucapan yg disebut dgn sumpah palapa yg berisikan "dia tak akan menikmati palapa sebelum seluruh Nusantara berada dibawah kekuasaan kerajaan Majapahit". Ternyata dgn dasar sumpah palapa inilah Gajah Mada merasa tak senang ketika mendengar dan melihat bahwa Samudera Pasai di Aceh makin berkembang dan maju. Pada tahun 1350 Majapahit ingin menggempur Samudera Pasai tetapi Majapahit tak pernah mencapai kerajaan Samudra Pasai krn di hadang askar Sriwijaya. Selama 27 tahun Majapahit dendam terhadap kerajaan Sriwijaya dan kemudian pada tahun 1377 giliran Sriwijaya digempur sehingga habislah riwayat Sriwijaya sebagai negara Budha yg berpusat di Palembang ini.

Sultan Iskandar Muda
Aceh merupakan negeri yg amat kaya dan makmur pada masa kejayaannya. Menurut seorang penjelajah asal Perancis yg tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau Sumatera Timur hingga Perak di semenanjung Malaysia.Aceh merupakan salah satu bangsa di pulau Sumatra yg memiliki tradisi militer dan pernah menjadi bangsa terkuat di Selat Malaka yg meliputi wilayah Sumatra dan Semenanjung Melayu ketika dibawah kekuasaan Iskandar Muda.
Sultan Iskandar Muda kemudian menikah dgn seorang putri dari Kesultanan Pahang. Putri ini dikenal dgn nama Putroe Phang. Konon krn terlalu cinta sang Sultan dgn istri Sultan memerintahkan pembangunan Gunongan di tengah Medan Khayali (Taman Istana) sebagai tanda cintanya. Kabar sang puteri selalu sedih krn memendam rindu yg amat sangat terhadap kampung halaman yg berbukit-bukit. Oleh krn itu Sultan membangun Gunongan utk mengubati rindu sang puteri. Hingga saat ini Gunongan masih dapat disaksikan dan dikunjungi.

Aceh melawan Portugis
Ketika kerajaan Islam Samudera Pasai dalam krisis maka kerajaan Islam Malaka yg muncul dibawah Parameswara (Paramisora) yg berganti nama setelah masuk Islam dgn panggilan Iskandar Syah. Kerajaan Islam Malaka ini maju pesat sampai pada tahun 1511 ketika Portugis dibawah pimpinan Albuquerque dgn armada menaklukan Malaka.
Ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis kembali Aceh bangkit dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528). Yang diteruskan oleh Sultan Salahuddin (1528-1537). Sultan Alauddin Riayat Syahal Kahar (1537-1568). Sultan Ali Riyat Syah (1568-1573). Sultan Seri Alam (1576. Sultan Muda (1604-1607). Sultan Iskandar Muda gelar marhum mahkota alam (1607-1636). Semua serangan yg dilancarkan pihak Portugis dapat ditangkisnya.

Pada abad ke-16 Ratu Inggris yg paling berjaya Elizabeth I sang Perawan mengirim utusan bernama Sir James Lancester kepada Kerajaan Aceh dan pula mengirim surat bertujuan "Kepada Saudara Hamba Raja Aceh Darussalam" serta seperangkat perhiasan yg tinggi nilainya. Sultan Aceh kala itu menerima maksud baik "saudarinya" di Inggeris dan mengizinkan Inggris utk berlabuh dan berdagang di wilayah kekuasaan Aceh. Bahkan Sultan juga mengirim hadiah-hadiah yg amat berharga termasuk sepasang gelang dari batu rubi dan surat yg ditulis di atas kertas yg halus dgn tinta emas. Sir James pun dianugerahi gelar "Orang Kaya Putih". Hubungan yg misra antara Aceh dan Inggris dilanjutkan pada masa Raja James I dari Inggris dan Skotlandia. Raja James mengirim sebuah meriam sebagai hadiah utk Sultan Aceh. Meriam tersebut hingga kini masih terawat dan dikenal dgn nama Meriam Raja James.

Selain Kerajaan Inggris Pangeran Maurits -pendiri dinasti Oranje- juga pernah mengirim surat dgn maksud meminta bantuan Kesultanan Aceh Darussalam. Sultan menyambut maksud baik mereka dgn mengirimkan rombongan utusan ke Belanda. Rombongan tersebut dipimpin oleh Tuanku Abdul Hamid. Rombongan inilah yg dikenal sebagai orang Indonesia pertama yg singgah di Belanda. Dalam kunjungan Tuanku Abdul Hamid sakit dan akhir meninggal dunia. Ia dimakamkan secara besar-besaran di Belanda dgn dihadiri ileh para pembesar-pembesar Belanda. Namun krn orang Belanda belum pernah memakamkan orang Islam maka beliau dimakamkan dgn cara agama nasrani di pekarangan sebuah Gereja. Kini di makam beliau terdapat sebuah prasasti yg dirasmikan oleh Mendinag Yang Mulia Pangeran Bernard suami menidiang Ratu Juliana dan Ayahanda Yang Maha Mulia Ratu Beatrix.

Pada masa Iskandar muda Kerajaan Aceh mengirim utusan utk menghadap sultan Empayar Turki Uthmaniyyah yg berkedudukan di Konstantinompel. Kerana saat itu sultan Turki Uthmaniyyah sedang gering maka utusan kerajaan Aceh terluntang-lantung demikian lama sehingga mereka harus menjual sedikit demi sedikit hadiah persembahan utk kelangsungan hidup mereka. Lalu pada akhir ketika mereka diterima oleh sang Sultan persembahan mereka hanya tinggal Lada Sicupak atau Lada sekarung. Namun sang Sultan menyambut baik hadiah itu dan mengirimkan sebuah meriam dan beberapa orang yg cakap dalam ilmu perang utk membantu kerajaan Aceh. Meriam tersbut pula masih ada hingga kini dikenal dgn nama Meriam Lada Sicupak. Pada masa selanjut sultan Turki Uthmaniyyah mengirimkan sebuha bintang jasa kepada Sultan Aceh.

Kerajaan Aceh pula menerima kunjungan utusan Diraja Perancis. Utusan Raja Perancis tersebut semula bermaksud menghadiahkan sebuah cermin yg amat berharga bagi Sultan Aceh. Namun dalam perjalanan cermin tersebut pecah. Akhir mereka mempersembahkan seripah cermin tersbut sebagai hadiah bagi sang Sultan. Dalam buku Danis Lombard mengatakan bahwa Sultan Iskanda Muda amat menggemari benda-benda berharga. Pada masa itu Kerajaan Aceh merupakan satu-satu kerajaan melayu yg memiliki Bale Ceureumin atau Hall of Mirror di dalam Istananya. Menurut Utusan Perancis tersebut Istana Kesultanan Aceh luas tak kurang dari 2 kilometer. Istana tersbut bernama Istana Dalam Darud Dunya. Didalam meliputi Medan Khayali dan medan Khaerani yg mampu menampung 300 ekor pasukan gajah. Sultan Iskandar muda juga memerintahkan utk memindahkan aliran sungai Krueng Aceh hingga mengaliri istananya. Disanalah sultan acap kali berenang sambil menjamu tetamu-tetamunya.

Kerajaan Aceh sepeninggal Sultan Iskandar Thani mengalami kemunduran yg terus menerus. Hal ini disebabkan kerana naik 4 Sultanah berturut-turut sehingga membangkitkan amarah kaum Ulama Wujudiyah. Padahal Seri Ratu Safiatudin Seri Tajul Alam Syah Berdaulat Zilullahil Filalam yg merupakan Sultanah yg pertama adl seorang wanita yg amat cakap. Ia merupakan puteri Sultan Iskandar Muda dan Isteri Sultan Iskandar Thani. Ia pula menguasai 6 bahasa Spanyol Belanda Aceh Melayu Arab dan Parsi. Saat itu di dalam Parlemen Aceh yg beranggotakan 96an orang 1/4 diantara adl wanita. Perlawanan kaum ulama Wujudiyah berlanjut hingga datang fatwa dari Mufti Besar Mekkah yg menyatakan keberatan akan seorang Wanita yg menjadi Sultanah. Akhir berakhirlah masa kejayaan wanita di Aceh.
Pada masa perang dgn Belanda Kesultanan aceh sempat meminta bantuan kepada perwakilan Amerika Serikta di Singapura yg disinggahi Panglima Tibang Muhammad dalam perjalanan menuju Pelantikan Kaisar Napoleon III di Perancis. Aceh juga mengirim Habib Abdurrahman utk meminta bantuan kepada Empayar Turki Uthmaniyyah. Namun Empayar Turki Uthmaniyyah kala itu sudah mengalami masa kemunduran. Sedangkan Amerika menolak campur tangan dalam urusan Aceh dan Belanda.

Hubungan dgn Barat - Inggris
Pada abad ke-16 Ratu Inggris Elizabeth I mengirimkan utusan bernama Sir James Lancester kepada Kerajaan Aceh dan mengirim surat yg ditujukan: "Kepada Saudara Hamba Raja Aceh Darussalam." serta seperangkat perhiasan yg tinggi nilainya. Sultan Aceh kala itu menerima maksud baik "saudarinya" di Inggris dan mengizinkan Inggris utk berlabuh dan berdagang di wilayah kekuasaan Aceh. Bahkan Sultan juga mengirim hadiah-hadiah yg berharga termasuk sepasang gelang dari batu rubi dan surat yg ditulis di atas kertas yg halus dgn tinta emas. Sir James pun dianugerahi gelar "Orang Kaya Putih".
Sultan Aceh pun membalas surat dari Ratu Elizabeth I. Berikut cuplikan isi surat Sultan Aceh yg masih disimpan oleh pemerintah kerajaan Inggris tertanggal tahun 1585:
I am the mighty ruler of the Regions below the wind who holds sway over the land of Aceh and over the land of Sumatra and over all the lands tributary to Aceh which stretch from the sunrise to the sunset.
(Hambalah sang penguasa perkasa Negeri-negeri di bawah angin yg terhimpun di atas tanah Aceh dan atas tanah Sumatra dan atas seluruh wilayah wilayah yg tunduk kepada Aceh yg terbentang dari ufuk matahari terbit hingga matahari terbenam).

Hubungan yg mesra antara Aceh dan Inggris dilanjutkan pada masa Raja James I dari Inggris dan Skotlandia. Raja James mengirim sebuah meriam sebagai hadiah utk Sultan Aceh. Meriam tersebut hingga kini masih terawat dan dikenal dgn nama Meriam Raja James.

Hubungan dgn Barat - Belanda
Selain Kerajaan Inggris Pangeran Maurits – pendiri dinasti Oranje– juga pernah mengirim surat dgn maksud meminta bantuan Kesultanan Aceh Darussalam. Sultan menyambut maksud baik mereka dgn mengirimkan rombongan utusan ke Belanda. Rombongan tersebut dipimpin oleh Tuanku Abdul Hamid. Rombongan inilah yg dikenal sebagai orang Indonesia pertama yg singgah di Belanda. Dalam kunjungan Tuanku Abdul Hamid sakit dan akhir meninggal dunia. Ia dimakamkan secara besar-besaran di Belanda dgn dihadiri oleh para pembesar-pembesar Belanda. Namun krn orang Belanda belum pernah memakamkan orang Islam maka beliau dimakamkan dgn cara agama Nasrani di pekarangan sebuah gereja. Kini di makam beliau terdapat sebuah prasasti yg diresmikan oleh Mendiang Yang Mulia Pangeran Bernhard suami mendiang Ratu Juliana dan Ayahanda Yang Mulia Ratu Beatrix.

Hubungan dgn Barat - Ottoman
Pada masa Iskandar Muda Kerajaan Aceh mengirim utusan utk menghadap Sultan Kekaisaran Ottoman yg berkedudukan di Konstantinopel. Karena saat itu Sultan Ottoman sedang gering maka utusan Kerajaan Aceh terluntang-lantung demikian lama sehingga mereka harus menjual sedikit demi sedikit hadiah persembahan utk kelangsungan hidup mereka. Lalu pada akhir ketika mereka diterima oleh sang Sultan persembahan mereka hanya tinggal Lada Sicupak atau Lada sekarung. Namun sang Sultan menyambut baik hadiah itu dan mengirimkan sebuah meriam dan beberapa orang yg cakap dalam ilmu perang utk membantu kerajaan Aceh. Meriam tersebut pula masih ada hingga kini dikenal dgn nama Meriam Lada Sicupak. Pada masa selanjut Sultan Ottoman mengirimkan sebuah bintang jasa kepada Sultan Aceh.

Hubungan dgn Barat - Perancis
Kerajaan Aceh juga menerima kunjungan utusan Kerajaan Perancis. Utusan Raja Perancis tersebut semula bermaksud menghadiahkan sebuah cermin yg sangat berharga bagi Sultan Aceh. Namun dalam perjalanan cermin tersebut pecah. Akhir mereka mempersembahkan serpihan cermin tersebut sebagai hadiah bagi sang Sultan. Dalam buku Danis Lombard mengatakan bahwa Sultan Iskandar Muda amat menggemari benda-benda berharga. Pada masa itu Kerajaan Aceh merupakan satu-satu kerajaan Melayu yg memiliki Balee Ceureumeen atau Aula Kaca di dalam Istananya. Menurut Utusan Perancis tersebut Istana Kesultanan Aceh luas tak kurang dari dua kilometer. Istana tersebut bernama Istana Dalam Darud Do (kini Meuligo Aceh kediaman Gubernur). Di dalam meliputi Medan Khayali dan Medan Khaerani yg mampu menampung 300 ekor pasukan gajah. Sultan Iskandar Muda juga memerintahkan utk memindahkan aliran Sungai Krueng Aceh hingga mengaliri istana (sungai ini hingga sekarang masih dapat dilihat mengalir tenang di sekitar Meuligoe). Di sanalah sultan acap kali berenang sambil menjamu tetamu-tetamunya.

Pasca-Sultan Iskandar Thani
Kerajaan Aceh sepeninggal Sultan Iskandar Thani mengalami kemunduran yg terus menerus. Hal ini disebabkan kerana naik empat Sultanah berturut-turut sehingga membangkitkan amarah kaum Ulama Wujudiyah. Padahal Seri Ratu Safiatudin Seri Tajul Alam Syah Berdaulat Zilullahil Filalam yg merupakan Sultanah yg pertama adl seorang wanita yg amat cakap. Ia merupakan puteri Sultan Iskandar Muda dan Isteri Sultan Iskandar Thani. Ia pula menguasai 6 bahasa Spanyol Belanda Aceh Melayu Arab dan Parsi. Saat itu di dalam Parlemen Aceh yg beranggotakan 96 orang 1/4 di antara adl wanita. Perlawanan kaum ulama Wujudiyah berlanjut hingga datang fatwa dari Mufti Besar Mekkah yg menyatakan keberatan akan seorang wanita yg menjadi Sultanah. Akhir berakhirlah masa kejayaan wanita di Aceh.

Datang Pihak kolonial Ke Aceh
Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yg berkepanjangan sejak awal abad ke-16 pertama dgn Portugal lalu sejak abad ke-18 dgn Britania Raya (Inggris) dan Belanda. Pada akhir abad ke-18 Aceh terpaksa menyerahkan wilayah di Kedah dan Pulau Pinang di Semenanjung Melayu kepada Britania Raya.
Pada tahun 1824 Perjanjian Britania-Belanda ditandatangani di mana Britania menyerahkan wilayah di Sumatra kepada Belanda. Pihak Britania mengklaim bahwa Aceh adl koloni mereka meskipun hal ini tak benar. Pada tahun 1871 Britania membiarkan Belanda utk menjajah Aceh kemungkinan utk mencegah Perancis dari mendapatkan kekuasaan di kawasan tersebut.

Perang Aceh
Tahun 1873 pecah perang Aceh melawan Belanda. Perang Aceh disebabkan karena:
1. Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari perjanjian Siak 1858. Dimana Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli Langkat Asahan dan Serdang kepada Belanda padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda ada dibawah kekuasaan Aceh.
2. Belanda melanggar Siak maka berakhirlah perjanjian London (1824). Dimana isi perjanjian London adl Belanda dan Inggris membuat ketentuan tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara yaitu dgn garis lintang Sinagpura. Kedua mengakui kedaulatan Aceh.
3. Aceh menuduh Belanda tak menepati janji sehingga kapal-kapal Belanda yg lewat perairan Aceh ditenggelamkan Aceh. Perbuatan Aceh ini disetujui Inggris krn memang Belanda bersalah.
4. Di buka terusan Suez oleh Ferdinand de Lessep. Menyebabkan perairan Aceh menjadi sangat penting utk lalulintas perdagangan.
5. Dibuat Perjanjian Sumatera 1871 antara Inggris dan Belanda yg isi Inggris memberika keleluasaan kepada Belanda utk mengambil tindakan di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Sumatera. Belanda mengizinkan Inggris bebas berdagang di Siak dan menyerahkan daerah di Guinea Barat kepada Inggris.
6. Akibat perjanjian Sumatera 1871 Aceh mengadakan hubungan diplomatik dgn Konsul Amerika Italia Turki di Singapura. Dan mengirimkan utusan ke Turki 1871.
7. Akibat hubungan diplomatik Aceh dgn Konsul Amerika Italia dan Turki di Singapura Belanda menjadikan itu sebagai alasan utk menyerang Aceh. Wakil Presiden Dewan Hindia Nieuwenhuyzen dgn 2 kapal perang datang ke Aceh dan meminta keterangan dari Sultan Machmud Syah tengtang apa yg sudah dibicarakan di Singapura itu tetapi Sultan Machmud menolak utk memberikan keterangan.

Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik. Sebuah ekspedisi dgn 3.000 serdadu yg dipimpin Mayor Jenderal Köhler dikirimkan pada tahun 1874 namun dikalahkan tentara Aceh di bawah pimpinan Panglima Polem dan Sultan Machmud Syah yg telah memodernisasikan senjatanya. Köhler sendiri berhasil dibunuh pada tanggal 10 April 1873

Ekspedisi kedua di bawah pimpinan Jenderal van Swieten berhasil merebut istana sultan. Ketika Sultan Machmud Syah wafat 26 Januari 1874 digantikan oleh Tuanku Muhammad Dawot yg dinobatkan sebagai Sultan di masjid Indragiri. Pada 13 Oktober 1880 pemerintah kolonial menyatakan bahwa perang telah berakhir. Bagaimanapun perang dilanjutkan secara gerilya dan perang fisabilillah dikobarkan di mana sistem perang gerilya ini dilangsungkan sampai tahun 1904.
Pada masa perang dgn Belanda Kesultanan Aceh sempat meminta bantuan kepada perwakilan Amerika Serikat di Singapura yg disinggahi Panglima Tibang Muhammad dalam perjalanan menuju Pelantikan Kaisar Napoleon III di Perancis. Aceh juga mengirim Habib Abdurrahman utk meminta bantuan kepada Kekaisaran Ottoman. Namun Kekaisaran Ottoman kala itu sudah mengalami masa kemunduran. Sedangkan Amerika menolak campur tangan dalam urusan Aceh dan Belanda.

Perang kembali berkobar pada tahun 1883. Pasukan Belanda berusaha membebaskan para pelaut Britania yg sedang ditawan di salah satu wilayah kekuasaan Kesultanan Aceh dan menyerang kawasan tersebut. Sultan Aceh menyerahkan para tawanan dan menerima bayaran yg cukup besar sebagai gantinya. Sementara itu Menteri Perang Belanda Weitzel kembali menyatakan perang terbuka melawan Aceh. Belanda kali ini meminta bantuan para pemimpin setempat di antara Teuku Umar. Teuku Umar diberikan gelar panglima prang besar dan pada 1 Januari 1894 bahkan menerima dana bantuan Belanda utk membangun pasukannya. Ternyata dua tahun kemudian Teuku Umar malah menyerang Belanda dgn pasukan baru tersebut. Dalam perang gerilya ini Teuku Umar bersama Panglima Polem dan Sultan terus tanpa pantang mundur. Tetapi pada tahun 1899 ketika terjadi serangan mendadak dari pihak Van Der Dussen di Meulaboh Teuku Umar gugur. Tetapi Cut Nya Dien istri Teuku Ummar siap tampil menjadi komandan perang gerilya.

Pada 1892 dan 1893 pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh. Dr. Snoeck Hurgronje seorang ahli Islam dari Universitas Leiden yg telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh kemudian memberikan saran kepada Belanda agar serangan mereka diarahkan kepada para ulama bukan kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Dr Snouck Hurgronye yg menyamar selama 2 tahun di pedalaman Aceh utk meneliti kemasyarakatan dan ketatanegaraan Aceh. Hasil kerja itu dibukukan dgn judul Rakyat Aceh ( De Acehers). Dalam buku itu disebutkan rahasia bagaimana utk menaklukkan Aceh.

Isi nasehat Snouck Hurgronye kepada Gubernur Militer Belanda yg bertugas di Aceh adalah
1. Mengesampingkan golongan Keumala (yaitu Sultan yg berkedudukan di Keumala) beserta pengikutnya.
2. Senantiasa menyerang dan menghantam kaum ulama.
3. Jangan mau berunding dgn para pimpinan gerilya.
4. Mendirikan pangkalan tetap di Aceh Raya.
5. Menunjukkan niat baik Belanda kepada rakyat Aceh dgn cara mendirikan langgar masjid memperbaiki jalan-jalan irigasi dan membantu pekerjaan sosial rakyat Aceh.

Pada tahun 1898 J.B. van Heutsz dinyatakan sebagai gubernur Aceh pada 1898-1904 kemudian Dr Snouck Hurgronye diangkat sebagai penasehat dan bersama letnan Hendrikus Colijn (kelak menjadi Perdana Menteri Belanda) merebut sebagian besar Aceh.

Sultan M. Daud akhir meyerahkan diri kepada Belanda pada tahun 1903 setelah dua istri anak serta ibunda terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh akhir jatuh seluruh pada tahun 1904. Istana Kesultanan Aceh kemudian di luluhlantakkan dan diganti dgn bangunan baru yg sekarang dikenal dgn nama Pendopo Gubernur. Pada tahun tersebut hampir seluruh Aceh telah direbut Belanda.

Taktik perang gerilya Aceh ditiru oleh Van Heutz dimana dibentuk pasukan marsuse yg dipimpin oleh Christoffel dgn pasukan Colone Macan yg telah mampu dan menguasai pegunungan-pegunungan hutan-hutan rimba raya Aceh utk mencari dan mengejar gerilyawan-gerilyawan Aceh.

Taktik berikut yg dilakukan Belanda adl dgn cara penculikan anggota keluarga Gerilyawan Aceh. Misal Christoffel menculik permaisuri Sultan dan Tengku Putroe (1902). Van Der Maaten menawan putera Sultan Tuanku Ibrahim. Akibat Sultan menyerah pada tanggal 5 Januari 1902 ke Sigli dan berdamai. Van Der Maaten dgn diam-diam menyergap Tangse kembali Panglima Polem dapat meloloskan diri tetapi sebagai ganti ditangkap putera Panglima Polem Cut Po Radeu saudara perempuan dan beberapa keluarga terdekatnya. Akibat Panglima Polem meletakkan senjata dan menyerah ke Lo Seumawe (1903). Akibat Panglima Polem menyerah banyak penghulu-penghulu rakyat yg menyerah mengikuti jejak Panglima Polem.

Taktik selanjut pembersihan dgn cara membunuh rakyat Aceh yg dilakukan dibawah pimpinan Van Daalen yg menggantikan Van Heutz. Seperti pembunuhan di Kuta Reh (14 Juni 1904) dimana 2922 orang dibunuh yg terdiri dari 1773 laki-laki dan 1149 perempuan.

Taktik terakhir menangkap Cut Nya Dien istri Teuku Umar yg masih melakukan perlawanan secara gerilya dimana akhir Cut Nya Dien dapat ditangkap dan diasingkan ke Sumedang Jawa Barat.
Surat Perjanjian Pendek Tanda Menyerah Ciptaan Van Heutz

Van Heutz telah menciptakan surat pendek penyerahan yg harus ditandatangani oleh para pemimpin Aceh yg telah tertangkap dan menyerah. Dimana isi dari surat pendek penyerahan diri itu berisikan Raja (Sultan) mengakui daerah sebagai bagian dari daerah Hindia Belanda. Raja berjanji tak akan mengadakan hubungan dgn kekuasaan di luar negeri. Berjanji akan mematuhi seluruh perintah-perintah yg ditetapkan Belanda. (RH Saragih J Sirait M Simamora Sejarah Nasional 1987)

Bangkit Nasionalisme Aceh
Sementara pada masa kekuasaan Belanda bangsa Aceh mulai mengadakan kerjasama dgn wilayah-wilayah lain di Indonesia dan terlibat dalam berbagai gerakan nasionalis dan politik. Sarekat Islam sebuah organisasi dagang Islam yg didirikan di Surakarta pada tahun 1912 tiba di Aceh pada sekitar tahun 1917. Ini kemudian diikuti organisasi sosial Muhammadiyah pada tahun 1923. Muhammadiyah membangun sebuah sekolah Islam di Kutaraja (kini bernama Banda Aceh) pada tahun 1929. Kemudian pada tahun 1939 Partai Indonesia Raya (Parindra) membukan cabang di Aceh menjadi partai politik pertama di sana. Pada tahun yg sama para ulama mendirikan PUSA(Persatuan Ulama Seluruh Aceh) sebuah organisasi anti-Belanda.

Perang Dunia II
Aceh kian hari kian terlibat dalam gerakan nasionalis Indonesia. Saat Volksraad (parlemen) dibentuk Teuku Nyak Arif terpilih sebagai wakil pertama dari Aceh. (Nyak Arif lalu dilantik sebagai gubernur Aceh oleh gubernur Sumatra pertama Moehammad Hasan).

Seperti banyak penduduk Indonesia dan Asia Tenggara lain rakyat Aceh menyambut kedatangan tentara Jepang saat mereka mendarat di Aceh pada 12 Maret 1942 krn Jepang berjanji membebaskan mereka dari penjajahan. Namun ternyata pemerintahan Jepang tak banyak berbeda dari Belanda. Jepang kembali merekrut para uleebalang utk mengisi jabatan Gunco dan Sunco (kepala adistrik dan subdistrik). Hal ini menyebabkan kemarahan para ulama dan memperdalam perpecahan antara para ulama dan uleebalang. Pemberontakan terhadap Jepang pecah di beberapa daerah termasuk di Bayu dekat Lhokseumawe pada tahun 1942 yg dipimpin Teungku Abdul Jalil dan di Pandrah Jeunieb pada tahun 1944.

Masa Republik Indonesia- Aceh Tidak Termasuk Anggota Negara-negara Bagian RIS
41 tahun kemudian semenjak selesai perang Aceh Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945. Ternyata perjuangan utk bebas dari cengkraman Belanda belum selesai sebelum Van Mook menciptakan negara-negara boneka yg tergabung dalam RIS (Republik Indonesia Serikat).
Dimana ternyata Aceh tak termasuk negara bagian dari federal hasil ciptaan Van Mook yg meliputi seluruh Indonesia yaitu yg terdiri dari:
1. Negara RI yg meliputi daerah status quo berdasarkan perjanjian Renville.
2. Negara Indonesia Timur.
3. Negara Pasundan termasuk Distrik Federal Jakarta
4. Negara Jawa Timur
5. Negara Madura
6. Negara Sumatra Timur termasuk daerah status quo Asahan Selatan dan Labuhan Batu
7. Negara Sumatra Selatan
8. Satuan-satuan kenegaraan yg tegak sendiri seperti Jawa Tengah Bangka-Belitung Riau Daerah Istimewa Kalimantan Barat Dayak Besar Daerah Banjar Kalimantan Tenggara dan Kalimantan Timur.
9. Daerah.daerah Indonesia selebih yg bukan daerah-daerah bagian.
Yang terpilih menjadi Presiden RIS adl Soekarno dalam sidang Dewan Pemilihan Presiden RIS pada tanggal 15-16 Desember 1949. Pada tanggal 17 Desember 1949 Presiden Soekarno dilantik menjadi Presiden RIS. Sedang utk jabatan Perdana Menteri diangkat Mohammad Hatta. Kabinet dan Perdana Menteri RIS dilantik pada tanggal 20 Desember 1949.

Pengakuan Belanda Kepada Kedaulatan RIS Tanpa Aceh
Belanda dibawah Ratu Juliana Perdana Menteri Dr. Willem Drees Menteri Seberang Lautnan Mr AMJA Sassen dan ketua Delegasi RIS Moh Hatta membubuhkan tandatangan pada naskah pengakuan kedaulatan RIS oleh Belanda dalam upacara pengakuan kedaulatan RIS pada tanggal 27 Desember 1949. Pada tanggal yg sama di Yogyakarta dilakukan penyerahan kedaulatan RI kepada RIS. Sedangkan di Jakarta pada hari yg sama Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota AHJ Lovink dalam suatu upacara bersama-sama membubuhkan tandangan pada naskah penyerahan kedaulatan. (30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1949 Sekretariat Negara RI 1986)

Kembali Ke Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tanggal 8 Maret 1950 Pemerintah RIS dgn persetujuan Parlemen (DPR) dan Senat RIS mengeluarkan Undang-Undang Darurat No 11 tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS. Berdasarkan Undang-Undang Darurat itu beberapa negara bagian menggabungkan ke RI sehingga pada tanggal 5 April 1950 yg tinggal hanya tiga negara bagian yaitu RI NST (Negara Sumatera Timur) dan NIT (Negara Indonesia Timur).

Pada tanggal 14 Agustus 1950 Parlemen dan Senat RIS mengesahkan Rancangan Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia hasil panitia bersama.

Pada rapat gabungan Parlemen dan Senat RIS pada tanggal 15 Agustus 1950 Presiden RIS Soekarno membacakan piagam terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada hari itu juga Presiden Soekarno kembali ke Yogya utk menerima kembali jabatan Presiden RI dari Pemangku Sementara Jabatan Presiden RI Mr. Asaat. (30 Tahun Indonesia Merdeka 1950-1964 Sekretariat Negara RI 1986)

Maklumat Negara Islam Indonesia Aceh oleh Daud Beureueh
3 tahun setelah RIS bubar dan kembali menjadi RI Daud Beureueh di Aceh memaklumatkan Negara Islam Indonesia di bawah Imam SM Kartosoewirjo pada tanggal 20 September 1953.

Isi Maklumat NII di Aceh adalah: Dengan Lahirnja Peroklamasi Negara Islam Indonesia di Atjeh dan daerah sekitarnja maka lenjaplah kekuasaan Pantja Sila di Atjeh dan daerah sekitarnja digantikan oleh pemerintah dari Negara Islam.
Dari itu dipermaklumkan kepada seluruh Rakjat bangsa asing pemeluk bermatjam2 Agama pegawai negeri saudagar dan sebagainja:
1. Djangan menghalang2i gerakan Tentara Islam Indonesia tetapi hendaklah memberi bantuan dan bekerdja sama utk menegakkan keamanan dan kesedjahteraan Negara.
2. Pegawai2 Negeri hendaklah bekerdja terus seperti biasa bekerdjalah dgn sungguh2 supaja roda pemerintahan terus berdjalan lantjar.
3. Para saudagar haruslah membuka toko laksanakanlah pekerdjaan itu seperti biasa Pemerintah Islam mendjamin keamanan tuan2.
4. Rakjat seluruhnja djangan mengadakan Sabotage merusakkan harta vitaal mentjulik merampok menjiarkan kabar bohong inviltratie propakasi dan sebagainja jang dapat mengganggu keselamatan Negara. Siapa sadja jang melakukan kedjahatan2 tsb akan dihukum dgn hukuman Militer.
5. Kepada tuan2 bangsa Asing hendaklah tenang dan tentram laksanakanlah kewadjiban tuan2 seperti biasa keamanan dan keselamatan tuan2 didjamin.
6. Kepada tuan2 yg beragama selain Islam djangan ragu2 dan sjak wasangka jakinlah bahwa Pemerintah N.I.I. mendjamin keselamatan tuan2 dan agama jang tuan peluk krn Islam memerintahkan utk melindungi tiap2 Umat dan agamanja seperti melindungi Umat dan Islam sendiri. Achirnja kami serukan kepada seluruh lapisan masjarakat agar tenteram dan tenang serta laksanakanlah kewadjiban masing2 seperti biasa.
Negara Islam Indonesia
Gubernur Sipil/Militer Atjeh dan Daerah sekitarnja.
MUHARRAM 1373
Atjeh Darussalam
September 1953

Daud Beureueh Menyerah kepada Penguasa Daulah Pancasila
Bulan Desember 1962 7 bulan setelah Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo Imam NII tertangkap (4 Juni 1962) di atas Gunung Geber di daerah Majalaya oleh kesatuan-kesatuan Siliwangi dalam rangka Operasi Bratayudha Daud Beureueh di Aceh menyerah kepada Penguasa Daulah Pancasila setelah dilakukan "Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" atas prakarsa Panglima Kodam I/Iskandar Muda Kolonel M.Jasin. (30 Tahun Indonesia Merdeka 1950-1964 Sekretariat Negara RI 1986)

Hasan Di Tiro Mendeklarasi Negara Aceh Sumatera
14 tahun kemudian setelah Daud Beureueh menyerah kepada Penguasa Daulah Pancasila Hasan Muhammad di Tiro pada tanggal 4 Desember 1976 mendeklarasikan kemerdekaan Aceh Sumatra. Bunyi deklarasi kemerdekaan Negara Aceh Sumatra itu adalah:".
“ "Kepada rakyat di seluruh dunia:
Kami rakyat Aceh Sumatra melaksanakan hak menentukan nasib sendiri dan melindungi hak sejarah istimewa nenek moyang negara kami dgn ini mendeklarasikan bebas dan berdiri sendiri dari semua kontrol politik pemerintah asing Jakarta dan dari orang asing Jawa.
Atas nama rakyat Aceh Sumatra yg berdaulat.
Tengku Hasan Muhammad di Tiro.
Ketua National Liberation Front of Acheh Sumatra dan Presiden Aceh Sumatra
4 Desember 1976" ”
“ "To the people of the world:
We the people of Acheh Sumatra exercising our right of self-determination and protecting our historic right of eminent domain to our fatherland do hereby declare ourselves free and independent from all political control of the foreign regime of Jakarta and the alien people of the island of Java.
In the name of sovereign people of Acheh Sumatra. Tengku Hasan Muhammad di Tiro. Chairman National Liberation Front of Acheh Sumatra and Head of State Acheh Sumatra December 4 1976

Akhir Konflik di Aceh - Operasi militer Indonesia di Aceh
Pada 15 Agustus 2005 GAM dan pemerintah Indonesia akhir berhasil mencapai kesepakatan damai utk mengakhiri konflik berkepanjangan tersebut.

Pada 26 Desember 2004 sebuah gempa bumi besar menyebabkan tsunami yg melanda sebagian besar pesisir barat Aceh termasuk Banda Aceh dan menyebabkan kematian ratusan ribu jiwa.

Di samping itu telah muncul aspirasi dari beberapa wilayah NAD khusus di bagian barat selatan dan pedalaman utk memisahkan diri dari NAD dan membentuk 2 provinsi baru yg disebut Aceh Leuser Antara yg terdiri dari Aceh Tengah Bener Meriah Gayo Lues Aceh Tenggara dan Aceh Singkil serta Aceh Barat Selatan atau ABAS yg terdiri dari Nagan Raya Aceh Barat Daya Aceh Selatan Simeulue Aceh Barat dan Aceh Jaya.

4 Desember 2005 diadakan Deklarasi bersama di Gelora Bung Karno Jakarta yg dihadiri ratusan orang dan 11 bupati yg ingin dimekarkan wilayah dan dilanjutkan dgn unjukrasa yg menuntut lepas 11 kabupaten tadi dari Nanggroe Aceh Darussalam.
Pada 15 Agustus 2005 GAM dan pemerintah Indonesia akhir menandatangani persetujuan damai sehingga mengakhiri konflik antara kedua pihak yg telah berlangsung selama hampir 30 tahun.

Followers